عن أبي ثابت ، وقيل : أبي سعيد ، وقيل : أبي الوليد سهل بن حنيف ، وهو بدري ، رضي الله عنه ، أن النبي صلي الله عليه وسلم قال : مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ (رواه مسلم
Dari Abu Tsabit, ada yang menyebutnya Abu Sa’id, ada yang menyebutnya Abu al-walid, Sahl bin Hunaif, dia seorang dari badar ra, bahwa Nabi saw bersabda;"Barangsiapa yang memohon kesyahidan kepada Allah dengan sejujurnya, maka Allah akan menyampaikannya ke darjat kesyahidan meskipun meninggal di atas tilam" (HR Muslim)
Hadis ini menyebutkan dua darjat yang sangat mulia di sisi Allah, yaitu kesyahidan (syuhada’) dan kejujuran (shidq), sebagaimana disebutan di dalam firman Allah:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ (النساء:69))
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang soleh. Dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya." (an-Nisa’:69)
Syahid itu ada tiga peringkat:
1- Syahid akhirat: terkena musibah sehingga Rasulullah menyebutnya syahid, seprti orang yang mati terbakar, mati tenggelam, mati terkena penyakit perut.
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
Kesyahidan itu ada tujuh macam, selain yang terbunuh di jalan Allah, 1) orang yang mati karena terkena penyakit tha’un (wabah menular) maka ia syahid, 2) orang yang mati karena tenggelam maka ia syahid, 3) orang yang mati karena bengkak di dalam perut maka ia syahid. 4) orang yang sakit perut maka ia syahid, 5) orang yang terbakar maka ia syahid, 6) dan yang mati karena tertimpa reruntuhan maka ia syahid, dan 7) seorang wanita yang mati karena melahirkan maka ia syahid (HR Abu Dawud an-Nasa’I dan Ahmad)
Demikian juga orang yang mati kerena orang-orang yang membela harga diri dan membela hartanya sebagaimana diterangkan di dalam hadis Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِى قَالَ « فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِى قَالَ « قَاتِلْهُ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِى قَالَ « فَأَنْتَ شَهِيدٌ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ قَالَ « هُوَ فِى النَّارِ »
Dari Abu hurairah,ia berkata. Ada seorang lelaki yang mendatangi Rasulullah SAW lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu kalau ada seseorang yang akan mengambil hartaku. Baginda menjawab, “Jangan kau berikan hartamu itu” Ia bertanya lagi, “Apa pendapatmu jika ia menyerangku?” baginda bersabda, “Serang (perangi) dia”. Ia bertanya lagi, “Apa pendapatmu jika dia membunuhku?” Baginda menjawab, “Kamu syahid” Ia betanya lagi, “Apa pendapatmu jika aku bisa membunuhnya” Baginda bersabda, “Dia di dalam neraka." (HR Muslim)
عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ.
Dari sa’id bin Zaid, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda;"Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya maka ia syahid, yang terbunuh karena membela kelurganya maka ia syahid, dan yang terbunuh karena membela agamanya maka ia syahid, yang terbunuh karena membela darahnya (membela diri) maka ia syahid."(HR t-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan al-Baihaqi)
2- Dan Syahid dunia akhirat: Yaitu orang yang terbunuh di medan jihad. Inilah syahid yang tertinggi sebagaimana dijelaskan oleh Allah
وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ(170) (يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ (آل عمران 169-171) ،
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati,bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan kurnia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak mensia-siakan pahala orang-orang yang beriman. (Ali Imran:169-171)
Mati syahid di dalam ayat di atas disebutkan bagi orang yang terbunuh dalam menegakkan kalimat Allah. Berperang melawan musuh, dalam rangka membela agama Allah, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah, ketika beliau ditanya oleh seseorang tentang siapakah yang termasuk mati fi sabilillah,
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra, ia berkata; Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah SAW lalu ia bertanya," ada orang yang berperang karena ingin mencari harta rampasan (ghanimah), ada yang berperang karena ingin dianggap pahlawan, dan ada yang berperang untuk mendapatkan kedudukan, maka manakah yang fi sabilillah? Rasulullah bersabda; Orang yang berperang untuk menjadikan kalimatullah tinggi maka dia berada di jalan Allah." (HR al-Bukhari)
Orang yang mati dalam memperjuangkan tingginya kalimat (agama) Allah inilah yang akan mendapatkan kemenangan, baik jika ia tetap hidup atau meninggal di dalam peperangan, sebagaimana firman Allah:
قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلَّا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا (التوبة: 52)
Katakanlah: “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. sebab itu tunggulah, Sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.” (at-Taubah:52)
Dua kebaikan yang dimaksudkan di dalam ayat di atas, yaitu mendapat kemenangan atau mati syahid. Sementara bagi kaum kafir Allah memastikan akan datangnya azab, baik azab datang langsung dari Allah, seperti halnya ketika perang ahzab, atau didatangkan oleh Allah melalui tangan pasukan kaum muslimin, seperti yang terjadi di dalam perang badar.
3- Syahid dunia:Yaitu orang yang mati di medan perang dalam perjuangan membela agama Allah, tetapi secara pribadi ia maju berperang karena tujuan dunia. Maka di dunia dia dinilai syahid, sehingga tidak dimandikan. Tetapi di akhirat ia akan dimasukkan ke dalam neraka….
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ
Sesungguhnya manusia yang pertama-tama diadili pada hari kiamat adalah seorang yang mati syahid, lalu dia didatangkan dan diperlihatkan nikmat-nikmat yang telah dterimanya di dunia dan dia mengenalinya. Lalu Allau berfirman “Apa yang kau lakukan terhadap nikmat-nikmat itu?” orang itu menjawab, “Aku berberang di jalanMu sehingga aku mati syahid. Allah berfirman, “Kau dusta, karena kau berperang agar dianggap seorang pemberani, dan kau sudah dikenal sebagai pemberani”, maka diperintahkan kepada (malaikat) agar dia ditundukkan wajahnya hingga ia dilemparkan ke dalam neraka (HR Muslim)
Kesyahidan adalah sebuah kemuliaan yang sangat tinggi, di bawah darjat kenabian dan shiddiqin, dan di atas darjat shalih. Tetapi pada umumnya orang hanya bercita-cita agar dirinya atau anaknya menjadi orang yang shalih. Sementara darjat syahid, sebagaimana dapat dilihat di dalam ayat di atas, ada di atas darjat shalih. Maka hadis ini bisa difahami memberikan dorongan agar kaum muslimin bercita-cita untuk mati syahid.
Sebagai bukti cita-citanya, maka ia harus berdo’a dengan sepenuh hati agar dimmatikan dalam keadaan syahid fi sabilillah. Di antaranya dengan senantiasa membaca do’a
اللهم إني أسألك الشهادة في سبيلك
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu kematian syahid di jalanMu"
Kematian syahid tidak akan tercapaia tanpa melakukan peperangan untuk meninggikan agama Allah. Sementara itu peperangan tidak sentiasa ada. Jika orang yang memohon itu benar-benar dalam permohonannya kepada Allah maka Allah akan mengangkatnya ke darjat syahid, meskipun ia meninggal di atas tilam(tempat tidur).
Salah satu bukti kebenaran do’anya adalah berdo’a dan diikuti dengan I’dad (melakukan persiapan jihad sebisanya.Firman Allah:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (60)
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)". (al-Anfal:60)
I’dad ini bisa dilakukan dengan melatih keterampilan menggunakan senjata, mempelajari teknik-teknik tempur, atau kalau tidak bisa dengan menjaga kekuatan fisik dan ditunjang dengan sentiasa menguatkan hati dengan keimanan yang shahih, serta ibadah yang shahihah, dan hal-hal lain yang menjaga cita-citanya untuk syahid ini.
Sebagai bukti lain akan kebenaran cita-citanya, ia memperhatikan berita-berita yang terjadi di bumi jihad. Selain itu ia juga rajin menginfakkan hartanya di jalan Allah. Memberikan perhatian kepada keluarga yang ditinggal berjihad. Dan jika tiba gilirannya untuk berangkat, maka ia pun berangkat berjihad.
Jihad sendiri ada dua macam, jihad ofensif dan jihad defensif. Jihad ofensif dilakukan bersama dengan khalifah, atau amirul mukminin, dan selama tidak dimobilisasi oleh amir maka hukumnya hádala fardlu kifayah. Sementara jihad defensif, ádalah jihad untuk mempertahankan sebuah negeri dari serangan musuh. Jihad yang kedua ini hukunya fardlu ain bagi yang mampu.
Mempertahankan negeri kaum muslimin, jika niatnya adalah untuk menjaga ketinggian agama Allah, maka jihadnya fisabilillah. Meninggal dalam perjuangan seperti itu ádalah syahid dunia akhirat. Tetapi kalau jihadnya hanya untuk mempertahankan atau merebut kemerdekaan bangsa, dengan landasan kebangsaan, maka ia hanya mendapatkan syahid dunia saja.
Karena itulah, dalam i’dad (mempersiapkan jihad) ini perlu ditunjang dengan persiapan ilmu sehingga dapat melakukan sebuah amal yang benar sesuai dengan tuntunan syari’at. Tanpa ditunjang dengan ilmu, bisa jadi, belum kesampaian terjadinya jihad keinginannya untguk syahid tidak sidiq lagi, hilang terhembus oleh tiupan syaitan. Atau kalau benar-benar terjadi jihad keinginannya untuk mati syahid berbelok hanya untuk membebaskan negeri dari musuh, atas dasar nasionalisme saja.
Setiap manusia benar-benar telah ditakdirkan oleh Allah usianya. Maju ke medan jihad bukan bererti menyerahkan nyawa. Sebaliknya lari dari medan jihad juga bukan bererti bisa lepas dari takdir kematian. Banyak bukti orang yang berkali-kali terjun di Medan jihad tetapi tidak terbunuh juga. Khalid bin Alwalid, sebagai contoh, seorang pahlawan dalam segala Medan,bagindá Rasulullah menggelarnya dengan pedang Allah (saifullah), tetapi meninggalnya juga di atas tilam(tempat tidur).
Jika cita-cita untuk mati syahid itu benar adanya, kebenaran cita-cita itu terbukti dengan berbagai upayanya, dan tetap membara hingga akhir hayatnya, meskipun meninggal di atas tilam(tempat tidur) ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mati di Medan jihad.
Semoga kita semua dapat mencapai cita-cita syahid yang di idam-idamkan oleh semua mukmin yang begitu sukar untuk dimiliki,hanya yang terpilih sahaja..alangkah beruntungnya, kerana menegakkan kalimah Allah maka bertemulah ia dengan Tuhannya,setiap janjiNya pasti akan datang...Ya Allah, sampaikanlah aku pada Jihad dan berilah aku syahid di jalanMu..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan